masukkan script iklan disini
Design Pribadi
Novel Air Mata Anisa adalah sebuah karya dari Penulis Penyair Senja yang sedang panas - panasnya di Novelme. Untuk tidak membuat kalian penasaran marilah kita baca potongan kisahnya yang berada di bab ke - 14. Semuga kalian terhibur dan jangan lupa komentarnya untuk mengkritisi karya ini.
Jreng... jreng ... jreng ...!
Nampak juga pohon jati yang sudah mulai berdaun lagi, setelah diterpa musim kemarau panjang. Terlihat daun - daun lain mulai menghijau setelah musim penghujan datang.
Di dimensi lain, Icha masih termangu dalam nasib yang tak kunjung pasti. Sudah dua kali dia mendatangi Madura, jauh - jauh dari kota solo akan tetapi hanya kecewa lagi yang dia dapati. Hatinya masih merasa hancur dan merasa perjuangannya untuk mendapatkan cinta Faiz sia - sia belaka. Semua hal yang telah dikorbankannya seakan tiada berguna lagi. Padahal dia berharap bertemu dengan Faiz dengan cinta yang tersambut.
Kali ini Icha bersama sang ayah ke Madura. Demi mencari separuh hatinya yang hilang yakni Faiz. Ayahnya pun tidak merasa keberatan menemani Icha ke Madura. Ayahnya merasa khawatir dengan keadaan Icha yang terus dirundung duka.
Ayahnya melihat rasa kecewa yang berturut - turut ada padanya. Bagaikan piala bergilir saja, terus menghantui anak semata wayangnya itu.
Tidak ada yang mengetahui bahwa Icha dan ayahnya sedang berada di Madura. Bahkan Faiz belum tahu bahwa pujaan hatinya sudah semakin dekat dengannya. Sejak Rieka memberi tahu kalau ada gadis datang ke rumahnya yang tak lain adalah Icha.
Sudah lama juga Faiz belum pernah menyambangi rumah Icha setelah sekian lama tak bertemu.
Icha sudah merasa tidak tahan lagi dengan semua ini. Sudah sejak lama dia menunggu, namun Faiz belum juga datang menemuinya. Hal ini membuat Icha merasa frustasi.
Seakan yang selama ini dia dambakan kini hilang bak ditelan bumi. Semua seakan pupus tiada bersisa lagi. Dia hanya bisa pasrah terhadap takdir yang telah disuratkan untuknya.
Rasa Kecewa (Puisi)
Detik - detik terakhir perjuangan ini
Akan menjadi saksi akan cinta yang abadi
Entah sampai kapan hati ini akan berhenti
Berhenti berharap dengan rasa yang tak pasti
Semisal pohon yang ditinggal dedaunan hijau
Ia harus berjuang lagi walau harus dengan pengorbanan panjang
Ujian kesabaran telah berlalu meninggalkan sepi
Segalanya telah rumpang penuh elegi dalam sunyi
Tinggallah puing - puing rasa yang tak sempat bertahan
Haruskah mimpi ini berakhir dengan kejam
Ataukah akan terus tenggelam bersama kenangan
Menjadi aliran rindu yang tak lagi bertuan
Mencabik - cabik memori yang tak perlu ada
Karena terkikis kepalsuan belaka
Dan hasrat ini sudah akan mati
Terimakasih telah pernah ada
Menjadikan terang dalam gelap gulita
Dengan lentera cinta yang engkau bawa
Jujur senyum mesra ini hanya untukmu seorang
Tiada lagi yang sanggup dipandang
Selain dirimu yang semakin terang benderang
Sumenep, 10 Nopember 2017
Suasana hati Icha masih tak senada dengan pikirannya, dia berpikir untuk pulang lagi ke Solo, namun hatinya menolak untuk beranjak pergi. Perasaannya campur aduk hingga tak tahu harus berbuat apa. Segalanya seakan menyakitkan baginya. Dia berpikir hidupnya hancur gara - gara cinta yang tak penting ini. Faizlah yang menjadi sebab musabab keretakan hatinya.
Di sudut ruang tamu, dengan suasana dingin di luar rumah karena hujan turun terus menerus sejak pagi. Icha ditemani sang ayah duduk santai sambil mengobrol hal yang begitu serius.
"Ayah, ayo kita pulang lagi ke Solo. Tidak ada gunanya lagi kita berada di sini, Ternyata Faiz telah menikah dengan gadis lain. Mungkin dia sudah melupakanku sejak lama."
Icha mulai pembicaraan dengan nada kesal dan benci merasuk ke dalam kata yang keluar dari mulut manisnya.
"Nak, jangan terburu - buru mengambil kesimpulan, ayah tidak setuju jikalau harus pulang lagi ke Solo. Ayah tidak mau merepotkan nenekmu yang sudah tua renta di sana. Dan ayah tidak mau menambah bebannya, lagi pula kamu belum tanya langsung tentang hubungan gadis itu dengan Faiz, kan?"
Ayahnya berusaha menegaskan bahwa mereka berdua harus tetap tinggal di Madura. Karena ayahnya tidak sanggup jika harus merepotkan sang nenek ketika kembali lagi ke Solo.
"Tapi ayah...,"
Icha mencoba menimpali ayahnya.
"Sudahlah, laki - laki bukan hanya Faiz saja di dunia ini, banyak laki - laki yang lebih baik dari dia di luaran sana, mati satu tumbuh seribu, lebih baik kamu buka hati untuk pria lain saja!"
Berusaha lebih keras meyakinkan anaknya bahwa kalau memang Faiz adalah jodohnya, dia tidak akan tertukar dan tak akan kemana - mana. Ayahnya sudah tidak kuat lagi melihat Icha yang bersikeras membela Faiz.
"Tidak ayah, hatiku cuma untuk Mas Faiz, sekarang atau bahkan selamanya, bahkan jika ternyata sudah menikahpun aku akan tetap setia menunggu."
Hati Icha kokoh dengan pendiriannya untuk memilih bertahan mencintai Faiz walaupun harus sering tersakiti.
"Kamu jangan bodoh, Nak, masa depanmu masih panjang, jangan kau rusak gara - gara laki - laki yang belum tentu menjadi jodoh ataupun pasanganmu."
Meskipun suasana dingin, namun obrolan mereka berdua antara anak dan ayah semakin memanas. Mereka sama - sama beradu argumen untuk saling memengaruhi satu sama lain untuk mengikuti pendapat salah satunya.
"Aku yakin ayah, penantianku tidak akan pernah sia - sia, pasti suatu saat aku akan menikah dengan Faiz."
Anisa masih berdiri tegak dengan komitmennya. Tanpa sadar dengan luka yang semakin menganga, di saat berharap suatu hal yang belum ada kepastian.
"Jangan berharap terlalu tinggi nak, nanti kalau kamu terjatuh akan susah untuk bangkit kembali."
"Ayah doakan aku semuga berhasil memperjuangkan cinta ini, karena aku rasa hanyalah Faiz seorang yang pantas untukku."
Kokoh dengan pendiriannya, Icha hanya bisa terisak dalam tangis. Dia tak mampu membendung air mata yang sudah memuncak dan ingin meluap - luap.
Icha dan Ayahnya masih bersitegang membahas hubungannya dengan Faiz tepat di dalam rumah mereka yang sederhana. Di ruang tamu, mereka masih bergumul memperdebatkan nasib kisah cinta Icha yang tak kunjung berakhir.
Sementara hari semakin siang dan cuaca sudah cerah dengan sinar mentari yang telah nampak.
Sang Ayah hanya bisa memotivasi Icha lewat petuah kata - kata agar tidak sampai putus asa dalam menjalani kehidupan yang pahit ini. Ruang tamu itu menjadi saksi bisu tentang kerinduan yang tak terlukis dengan kata - kata. Tentang cinta yang belum menemukan tepinya.
"Sudahlah nak, mau sampai kapan kamu akan seperti ini, jangan pernah menangis lagi, sudah cukup air matamu terbuang sia - sia gara percintaan yang belum jelas ini."
Icha tak perduli lagi dengan kata - kata sang ayah. Dia hanya bisa menangis dan menangis lagi sebelum sang ayah pergi meninggalkannya di ruang tamu yang sepi sendiri.
Tidak mudah menjalani hidup sendiri, tanpa penyemangat dari seseorang yang kita cintai. Namun waktu masih tetap berjalan, mengajak kita untuk bernostalgia untuk menikmati kehidupan. Jangan sia - siakan waktu kita, pergunakanlah waktu dengan sebaik baiknya. Karena kesempatan tidak akan datang dua kali untuk satu hal yang sama dalam satu waktu. Jadi, gunakanlah waktu kita dengan diisi hal - hal yang positif dan bermanfaat bagi kita bahkan untuk orang lain.
Karena kita adalah makhluk sosial yang tidak akan pernah bisa hidup sendiri seperti Nabi Adam yang gelisah mencari pasangan walaupun sudah berada di dalam Syurga. Kita harus berinteraksi dengan baik dalam lingkungan sosial agar tidak mudah terkucilkan. Aktif berbaur dan beradaptasi dengan masyarakat sekitar.
Senja Yang Gugur (Puisi)
Telah lama kumenunggu
Meratapi nasib merindukanmu
Dalam dedoa kuselipkan rasa
Hari - hari ini menjadi hampa
Setiap detik selalu memikirkanmu
Apakah perasaanmu sama denganku?
Seribu tanya menerpa
Hanyalah tersisa luka yang menganga
Kau hujam lagi dan tinggal pergi
Takkan lelah menanti
Takkan pudar cinta ini
Sampai maut menjemputku
Senja ini menjadi saksi
Saat rasaku gugur lenyap dan pergi
Terbawa olehmu sampai kini
Datanglah!
Kedatanganmu kutunggu
Telah lama kutersiksa dalam rindu
Sumenep, 18 Nopember 2017
Sumber : Novel Air Mata Anisa Bab ke - 14 di Novelme