masukkan script iklan disini
Dokpri
Judul : Air Mata Anisa
Karya : Akhmad Fauzi
Genre : Roman Islami
Selamat menikmati dan terus support Penulis agar semangat berkarya dalam dunia literasi.
Salam satu hobi literasi Indonesia. Semuga para Penulis di Indonesia semakin produktif menghasilkan karya dan hidup sejahtera.
Tak kalah Pak Harto juga berterimakasih kepada Romi karena mau perduli terhadap anggota keluarganya. Mereka semua tersenyum pada Romi dengan diiringi ucapan salam bersama - sama. Romi pun menjawab salam mereka semua.
Setelah itu, dia pergi dan menitipkan adiknya kepada Icha.
"Icha aku titip adikku ya, tolong jaga dia, jangan sampai kenapa - napa."
Goda Romi pada adiknya yang tak mau ikut pulang bersamanya.
"Ih kakak, aku sudah besar, jadi kakak jangan khawatir, aku bisa jaga diri kok, kakak tidak perlu berlebihan seperti itu."
Anisa merasa malu karena Romi masih menganggap adiknya itu sebagai anak kecil yang perlu perhatian khusus.
"Kamu kan perempuan dek, jadi kakak khawatir ada Om - Om jalang yang mengganggumu di sini."
"Dasar payah kamu, Kak!"
"Biarin, hehehe."
Kakak adik itu masih sempat bercanda ria sebelum akhirnya Romi benar - benar beranjak pulang.
Icha hanya bisa tersenyum melihat gelagat adik kakak itu yang semakin akrab saja.
Romi telah pulang ke rumahnya, kini tinggal lima orang yang menunggu Faiz di luar ruangannya.
Tepat pukul 20.00 mereka semua makan malam seadanya. Makanan tersebut dibelikan Romi ketika menuju rumah sakit.
"Oya, kita belum sempat berkenalan, Dek." Kata Icha mencoba membuka sebuah percakapan dengan Rieka. Mula - mula Icha tidak mau sok akrab, akan tetapi setelah mengetahui bahwa Faiz tidak ada hubungan apa - apa dengannya, keberanian Icha untuk lebih mengenal Rieka semakin tumbuh.
"Iya, Kak. Perkenalkan dulu, namaku Rieka." Dengan menjulurkan tangan tanda ingin menjabat tangan Icha.
"Namaku Icha, Dek. teman baik Mas Faiz." Sambil menjabat tangan Rieka, Icha memberi tahukan namanya. Namun dia tidak memberi tahu bahwa dia ada hubungan yang spesial dengan Faiz.
"Kalian belum saling kenal?" Kata Pak Harto heran.
"Sepertinya mereka berdua belum pernah bertemu, Pak." Kata Pak Norman menimpali.
Kemudian Icha menjawabnya lagi, "Belum, Pak. Bahkan kami baru bertemu hari ini."
"Sebenarnya, nak Rieka ini tinggal sementara di rumah bapak. Karena dia bilang tidak mau untuk dijodohkan paksa oleh orang tuanya." Jelas Pak Harto tanpa ragu - ragu kepada Icha.
"Oh, begitu ya pak, terus sampai kapan dia akan tinggal di rumah bapak dan Mas Faiz, sementara orang tuanya mungkin sedang kebingungan mencari - carinya?"
Dengan perasaan cemburu, Icha takut jika Rieka tinggal berlama - lama bersama mereka, dia akan punya kesempatan untuk dekat terus dengan Faiz. Icha tidak mau jika Rieka merebut hati Faiz darinya.
"Aku hanya akan tinggal satu bulan saja, Kak." Sambung Rieka yang mulai tidak nyaman dengan sindiran Icha. Dia mulai berpikir tidak enak dengan semua yang terjadi. Bahkan dia merasa bahwa dialah sendiri yang membuat Faiz celaka.
Dalam hati dia mulai berpikir keras agar bisa mencari solusi untuk semua keresahan hatinya. Akhirnya diapun memutuskan sendiri untuk pergi, dan pulang ke rumahnya. Dia sudah jera dengan semua perbuatan yang tidak baik kepada Faiz dan keluarganya.
Bahkan Icha tak berhenti menyindir dirinya supaya lekas pergi dari rumah Faiz.
"Sebaiknya, adek berbicara baik - baik sama orang tuamu, agar supaya tidak sampai terjadi peristiwa seperti ini lagi."
Serasa mendapat tekanan dari Icha, Rieka pun merasa terdesak sehingga dia memutuskan untuk segera pergi dan pulang ke rumahnya.
"Iya, Kak. Aku menyesal telah pergi tanpa pamit pada mereka, dan besok lusa, aku akan pulang ke rumah. Tolong sampaikan permintaan maafku pada Mas Faiz, sebab tidak menepati janji untuk tinggal bersamanya selama satu bulan. Dan satu lagi, aku minta maaf tersebab kemungkinan gara - gara aku dia mendapatkan kecelakaan ini."
"Kenapa harus mendadak seperti ini, Nak. Tunggulah Faiz sembuh, dan apa maksudmu bicara seperti itu?" Pak Harto merasa penasaran dengan kata - kata terakhir Rieka yang mengaku bahwa penyebab kecelakaan itu adalah dirinya.
"Sebelum kejadian itu, aku berdebat panas dengan Mas Faiz, gara - gara aku yang tidak sopan kepada Mas Romi dan Kak Anisa pada perayaan ulang tahunnya. Lalu Mas Faiz pergi begitu saja, meninggalkanku di Cafe tempat perayaan ulang tahun Kak Anisa, sebelum akhirnya Mas Romi membawaku ke mari."
Rieka menjelaskan panjang lebar tentang apa yang sebenarnya terjadi. Namun Pak Harto memaklumi dan mengerti bahwa semua takdir itu di tangan Allah, kita tidak bisa memprediksikan apa yang akan terjadi besok, karena hanya Allah yang maha tahu segalanya.
"Tidak apa - apa, Nak. Ini bukan salahmu, mungkin ini takdir terbaik yang harus dijalani oleh anakku."
Pak Harto mencoba menenangkan Rieka yang sudah tertunduk malu dengan apa yang telah dia perbuat. Walaupun suka marah, Pak Harto tidak mengeluarkan amarahnya kepada Rieka. Karena dia sudah menganggapnya sebagai anak sendiri.
Kemudian dia melihat Faiz dari balik jendela. Nampak tidak ada pergerakan sama sekali. Mungkin dia sedang tidur, ataukah masih dalam keadaan pingsan.
Pagi - Pagi sekali Rieka ditemani Pak Harto ke rumahnya untuk segera berkemas dan pulang ke kota Sumenep. Sebelum akhirnya berpamitan kepada orang - orang yang menunggu Faiz di rumah sakit.
Rieka merasa tidak tega meninggalkan Faiz dalam keadaan seperti ini. Hal ini dia lakukan karena timbul rasa bersalah dan penyesalan karena sudah pergi dari rumahnya tanpa pamit dan sekaligus merepotkan keluarga Pak Harto.
Dengan terseok - seok, dia pergi meninggalkan rumah Faiz, hantinya hancur karena tidak sempat minta maaf ke padanya dan juga tak berhasil mendapatkan cinta darinya.
Dengan bersalaman kepada Pak Harto yang mengantar dan mencarikannya tukang ojek yang sudah menjadi langganan setiap mau pergi. Rieka pergi dengan rasa yang belum sepenuhnya sempurna.
"Saya pergi dulu, Pak. Terimakasih atas kebaikannya selama ini." Dengan kata - kata berat dia berpamitan.
"Iya, Nak. Hati - hati di jalan, tolong sampaikan salamku pada keluargamu di sana."
"Insyaallah, Pak. Saya akan sampaikan langsung kepada orang tua."
"Ingat, jangan pernah lupakan bapak dan Faiz, doakan dia supaya lekas sembuh dan rumah ini akan selalu terbuka untukmu, jika suatu saat kamu ingin ke mari."
"Sekali lagi, saya ucapkan banyak terimakasih, Pak."
"Iya, Nak. Bapak sudah menganggapmu sebagai anak bapak sendiri. Jadi, jangan sungkan - sungkan."
Kemudian datanglah tukang ojek langganan Pak Harto yang merupakan sahabat kecilnya.
"Pak Rizal, tolong antarkan gadis ini ke rumahnya di kota Sumenep dengan selamat. Awas jangan kebut - kebutan seperti bapak membawa saya dulu ke Kalianget."
"Beres, Pak. Semua akan aman jika gadis ini bersama dengan saya."
"Awas jangan macam- macam dengan gadis ini, biar tidak aku tampol mukamu!"
Dengan kata - kata candaan agak serius, Pak Harto berpesan, memang dia adalah sosok yang tegas dan bertanggung jawab. Meskipun sekali - kali dia senang untuk bercanda.
"Tenang, Bos. Semua bisa diatur." Sambung Pak Rizal yang sudah siap - siap akan berangkat.
"Ha..ha..ha..ha..." Keduanya nampak senang kala itu. Mereka tertawa lepas mengenang masa lalu ketika bersama - sama saat masih kecil. Bahkan sampai remaja masih tetap masih dekat. Hubungan tukang ojek itu dengan Pak Harto sudah terjalin sangat erat dari dulu sampai sekarang. Oleh karena itu, Pak Harto yakin bahwa gadis itu akan selamat sampai tujuan.
Sebelum berangkat, Rieka memberikan sesuatu kepada Pak Harto, dia memberikan amplop yang berisi surat untuk diberikan kepada Faiz saat dia sudah sadar nanti.
Bersambung ...
Jangan lupa riview dan subcribe agar penulis rajin update.
Terimakasih, silakan kritik dan sarannya saya tunggu di kolom komentar.