masukkan script iklan disini
Ilustrasi: Screenshoot
Baca Sampai selesai, karena di akhir artikel ada kesimpulan dari Penulisan artikel di bawah ini.
Jangan berani mengambil kesimpulan, jika kalian membaca setengah-setengah.
Belum lama ini, penulis tertarik dengan sebuah buku kecil laris yang dikarang oleh Hj. Irene Handono. Buku ini secara terang-terangan menolak fakta kematian Yesus Kristus atau Isa Almasih di kayu salib. Senada dengan itu, sebuah buku sensasional berjudul Jangan Ditunggu!!! Isa Bin Maryam Tidak Akan Turun Di Akhir Zaman (Ready or Not Jesus is Not Coming) yang ditulis oleh Huttaqi juga menegaskan keyakinan yang sama dalam salah satu bagiannya: Yesus atau Nabi Isa tidak dibunuh dan tidak disalib.
Andaikata fakta kematian Yesus Kristus di kayu salib memang dongeng belaka, apakah yang akan terjadi pada kekristenan? Dengan mudah kita berimajinasi bahwa seluruh bangunan kekristenan akan runtuh pada saat yang bersamaan. Ah, itu kan hanya imajinasi! Mungkin Anda berpikir demikian. Akan tetapi, penegasan bahwa Nabi Isa tidak mati disalib benar-benar sebuah gema yang kuat dalam tulisan-tulisan Islam. Tentu saja hal ini adalah klaim serius yang perlu ditanggapi oleh orang Kristen.
Sebelum kita memasuki topik tersebut lebih dalam lagi. Mari kita mulai dengan tanggapan pembuka terlebih dahulu. Pertama, dalam konteks tren pluralisme teologis yang berusaha menyamaratakan semua agama, penulis ingin memberikan applause atas kegigihan pribadi-pribadi seperti Irene Handono dan teman-temannya yang mengumandangkan eksklusivitas teologi agamanya secara terbuka. Kedua, buku-buku yang bersikap skeptis dan mempertanyakan keyakinan Kristen seperti di atas seringkali mendatangkan manfaat positif bagi umat Kristen, yaitu bangkitnya kesadaran berapologetika. Oleh karena itu, pertama-tama, lebih baik kita mengucapkan matur nuwun kepada penulis buku-buku di atas.
Selanjutnya, matur nuwun saja rasanya tidak cukup. Oleh karena itu, dalam tulisan ini penulis ingin mewujudkan penghargaan tersebut dengan cara menegaskan perbedaannya dengan pandangan Kristen sambil tetap membangun rasa hormat terhadap pribadi-pribadi yang berbeda pandangan. Oleh karena itu, tulisan ini akan memaparkan pandangan Islam terhadap fakta kematian Yesus Kristus di kayu salib dan kemudian dilanjutkan dengan perspektif Kristen terhadap isu krusial ini. Terakhir, penulis ingin mengembangkan pengakuan atas perbedaan doktrin sebagai dasar toleransi sejati dalam relasi antar umat beragama.
Penolakan Islam atas Fakta Kematian Yesus di Kayu Salib
Pandangan Muslim yang populer ini didasarkan pada penafsiran ayat Al Qur’an Surat Ani-Nisa’ 4:157-158 yang berbunyi:
Sesungguhnya Kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra maryam, Utusan Allah, padahal mereka tidak membunuhnya, dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka salib dan bunuh) adalah orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih faham tentang (pembunuhan dan penyaliban) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang siap yang dibunuh itu, kecuali hanya mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak pula yakin bahwa yang mereka bunuh adalah Isa. Tetapi sebenarnya Allah telah mengangkat Isa itu kepada-Nya dan Allah itu adalah Maha Besar dan Maha Bijaksana.
Berdasarkan ayat di atas, hampir semua Muslim percaya bahwa Isa tidak mengalami kematian akibat disalib melainkan diangkat Allah secara supranatural kepada-Nya. Walaupun demikian, karena ayat-ayat tersebut tidak menceritakan secara jelas mengenai cara Allah mengangkat Isa, maka dalam kalangan Muslim sendiri sedikitnya timbul dua pandangan utama.
Yesus Tidak Disalib Sama Sekali
Pandangan pertama ini menyatakan Isa tidak mengalami penyaliban sama sekali karena Allah telah menyelamatkan-Nya dengan cara membuat orang lain serupa dengannya. Para penganut pandangan ini terdiri dari berbagai golongan. Penafsiran yang paling umum adalah kepercayaan bahwa Yudas Iskariotlah orang yang diserupakan dengan Isa dan mengalami penyaliban. Para pendukung pandangan ini percaya bahwa keadilan Allah membuat Yudas Iskariot sebagai pengkhianat utusan Allah mendapat hukuman langsung dari Allah, yakni disiksa dan dibunuh di tiang salib. Proses penyerupaan ini dilakukan Allah pada waktu Isa akan ditangkap oleh orang-orang Yahudi di taman Getsemani. Pada waktu itu Isa telah menyelinap tersembunyi dan Yudas telah dijadikan serupa dengan Isa sehingga Yudaslah yang ditangkap dan disalibkan.
Penafsiran berikutnya menyatakan bahwa Simon dari Kirene adalah pengganti Isa di kayu salib. Pendukung pandangan ini percaya bahwa Isa dilepaskan dari usaha penyaliban pada waktu di tengah jalan dari istana Pilatus menuju ke bukit Golgota. Di tengah jalan ini pada mulanya Isa memikul salib-Nya sendiri tetapi kemudian ia ditukar dengan orang lain bernama Simon dari Kirene. Simon inilah yang akhirnya mati tersalib sedangkan Isa diangkat Tuhan ke langit. Selain kedua pandangan tersebut masih banyak lagi penafsiran lain mengenai figur pengganti Yesus.
Yesus Disalibkan Tetapi Tidak Mati
Berbeda dengan pandangan ortodoks di atas, para penafsir modern mengembangkan pandangan kedua sebagai alternatif atas pandangan pertama. Mereka berpendapat bahwa Isa memang disalibkan di bukit Golgota tetapi tidak sampai mati. Berdasarkan Surat Ani-Nisa’ 4:157 mereka percaya bahwa Isa hanya diserupakan saja kepada orang-orang Yahudi seakan-akan Ia sudah mati, padahal hanya pingsan saja. Jadi tidak ada orang lain yang diserupakan dengan Isa. Selanjutnya, dianyatakan bahwa Isa dikuburkan di pemakaman Yusuf Arimatea oleh Yusuf sendiri dengan ditemani oleh Nikodemus. Setelah Isa sadar dari pingsannya, ia dibantu Yusuf keluar dari kubur dengan tidak diketahui pengawal makam itu. Hal ini dapat terjadi karena para tentara Romawi baru mulai menjaga kubur Yesus sehari setelah Ia dikuburkan (Mat. 27:62-66). Oleh karena itu mereka telah tertipu dalam pengawalan ini. Setelah Yesus ke luar dari gua kubur tersebut, maka Isa menemui murid-murid-Nya selama 40 hari itu secara sembunyi-sembunyi. Perpisahan dengan murid-murid-Nya terjadi di dekat bukit Zaitun. Hasbullah Bakry mengutip pandangan ulama-ulama Ahmadiyah yang menyatakan bahwa Isa berdiam di Kasymir hingga meninggal di sana pada umur yang tua sebagai seorang yang terkenal saleh.
Dua Nada Satu Suara
Perbedaan dari kedua pandangan di atas amat jelas. Pandangan pertama percaya bahwa Yesus telah diselamatkan Tuhan sebelum mengalami penyaliban, sedangkan pandangan kedua percaya bahwa Yesus diselamatkan Tuhan dari penyaliban yang ia alami. Pandangan pertama percaya akan adanya figur pengganti Yesus yang mengalami penyaliban; sedangkan pandangan kedua tidak mempercayai adanya figur pengganti melainkan mengusung teori bahwa Yesus hanya pingsan dan tidak mati. Secara jujur kita harus memandang bahwa dua versi penafsiran ini amat berbeda dan saling bertentangan. Walaupun demikian, terdapat kesamaan yang hakiki dalam kesepakatannya untuk menolak fakta kematian Yesus di kayu salib.
Bagaimanakah respon kita sebagai orang Kristen terhadap kedua pandangan tersebut? Bagaimanakah seharusnya kita memberikan pertanggungan jawab atas iman kita dalam fakta sejarah yang paling krusial ini?
Penegasan Kristen atas Fakta Kematian Yesus di Kayu Salib
Orang Kristen perlu mengembangkan toleransi positif terhadap keyakinan Muslim yang bertentangan dengan keyakinannya. Tetapi jelaslah bahwa toleransi tidak berarti menyetujui pandangan orang lain. Kata-kata Frans Magnis Suseno memberikan pencerahan buat kita:
”Toleransi berarti bahwa, meskipun saya tidak meyakini iman-kepercayaan Anda, meskipun iman Anda bukan kebenaran bagi saya, saya sepenuhnya menerima keberadaan Anda. Saya gembira bahwa Anda ada, saya bersedia belajar dari Anda, saya bersedia bekerja sama dengan Anda”.
Dalam kaitan dengan fakta kematian Yesus Kristus di kayu salib, hukum logika non kontradiksi jelas tidak memungkinkan kebenaran posisi Kristen dan Muslim secara bersamaan. Alister E. McGrath menyatakannya dengan tegas, “if one is correct on this historical issue, the other is incorrect.” Sebagai implikasi lebih lanjut, kebenaran dari Al Qur’an maupun Alkitab dipertaruhkan dalam masalah penyaliban ini. Oleh karena itu, sebagai orang percaya, kita perlu dengan jelas memahami epistemologi yang kita gunakan dalam meyakini kematian Yesus di kayu salib. Dalam bagian ini penulis akan memberikan tiga argumentasi yang dapat menjadi pedoman orang percaya untuk meyakini kematian Yesus di kayu salib.
Argumentasi dari Alkitab
Pertama-tama harus diakui bahwa keyakinan orang percaya akan kematian Yesus didasarkan atas epistemologi wahyu yaitu Alkitab. Pemahaman orang percaya terhadap fakta kematian Yesus di kayu salib tidaklah didasarkan atas penafsiran yang rumit melainkan penalaran yang langsung atas narasi Injil dan banyak bagian lain dalam Alkitab. Ayat-ayat Alkitab berbicara lugas tentang kematian Yesus disalib. “Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya” (Mat. 27:50); “Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu Ku-serahkan nyawa-Ku.’ Dan sesudah berkata demikian, Ia menyerahkan nyawa-Nya” (Luk. 23:46); “ Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: ‘Sudah selesai.’ Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya” (Yoh. 19:30).
Selanjutnya, koherensi dari kisah kematian Yesus ini juga tercermin dalam banyak fakta. Fakta-fakta ini tidak membuktikan kebenaran Alkitab melainkan menunjukkan bahwa Alkitab berisi kebenaran-kebenaran yang konsisten satu sama lain. Fakta pertama berkaitan dengan nubuatan Yesus mengenai diri-Nya sendiri. PB secara berulang kali menunjukkan bahwa kematian Yesus telah dinubuatkan oleh Yesus sendiri dalam berbagai kesempatan (Mat. 12:40; 17:22-23; 20:18; Mrk. 10:45; Yoh. 2:19-20; 10:10-11). Kematian Yesus dalam perspektif Alkitab bukanlah suatu kebetulan atau peristiwa naas yang mengejutkan melainkan inti dari misi Yesus datang ke dalam dunia. Selanjutnya, perlu ditegaskan bahwa nubuatan mengenai kematian Yesus pada dasarnya telah terkandung dalam ayat-ayat Perjanjian Lama yang berbicara mengenai kebangkitan Mesias dari antara orang mati (Mzm. 16:10; Yes. 26:19; Dan. 12:2).
Fakta kedua yang perlu diperhatikan adalah banyaknya saksi mata pada waktu penyaliban Yesus. Saksi mata pertama adalah para murid Yesus sendiri. Rasul Yohanes (Yoh. 19:26) dan beberapa pengikut Yesus seperti Maria, dan wanita-wanita lain berada di dekat penyaliban Yesus (Luk. 23:27; Yoh. 19:25). Berikutnya, kematian Yesus di kayu salib juga disaksikan oleh para tentara Romawi, dua orang penjahat yang disalibkan disamping Yesus (Mat. 27:38), orang banyak (Mat. 27:39; Luk. 23:27) serta para pemimpin Yahudi (Mat. 27:41).
Dengan memperhatikan para saksi mata penyaliban Yesus tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa mayoritas dari mereka merupakan orang-orang Yahudi yang menghendaki kematian-Nya. Mereka begitu bernafsu untuk membunuh Yesus sehingga sebelum penyaliban itu sendiri berlangsung, orang-orang Yahudi telah berseru berkali-kali di hadapan Pilatus agar Yesus disalibkan (Mat. 27:22-23). Orang-orang Yahudi itu bahkan berani berkata “Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!” (Mat. 27: 25). Kebencian orang-orang Yahudi ini begitu kuat sehingga mereka benar-benar menginginkan kematian Yesus pada waktu disalib. Selain itu, kita harus mengingat bahwa tentara Romawi adalah orang-orang yang terlatih dalam menjalankan eksekusi sehingga mereka tidak akan salah mengidentifikasi korbannya.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, adalah jelas bahwa Alkitab menerima fakta kematian ini sebagai peristiwa historis yang pasti. Oleh karena itu, khotbah Petrus juga disertai dengan pemberitaan yang tegas mengenai kematian Yesus yang disalibkan dan dibunuh oleh orang-orang Yahudi yang durhaka (Kis. 2:23-24). Berdasarkan hal ini kita melihat bahwa bagian-bagian dalam Alkitab saling menegaskan satu sama lain bahwa Yesus telah mati di kayu salib.
Selanjutnya, pandangan Kristen mengenai fakta kematian Yesus di kayu salib juga mendapatkan dukungan dari argumentasi eksternal. Argumentasi ini tentu saja tidak dapat dipandang sebagai suatu bukti yang obyektif dalam sudut pandang Muslim. Dalam kenyataannya argumentasi eksternal seperti kesaksian sejarah tetap saja dapat dipandang tidak konklusif karena memiliki kemungkinan kesalahan. Berdasarkan pertimbangan ini, maka argumentasi eksternal haruslah dipahami sebagai bagian dari argumentasi bahwa kebenaran Alkitab juga dapat ditemukan ekspresinya dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan lain. Dengan kata lain, argumentasi eksternal ini menjadi ekspresi dari kebenaran Alkitab dalam dunia. Walaupun demikian, argumentasi ini sendiri tidaklah membuktikan atau mengesahkan kebenaran Alkitab.
Argumentasi Eksternal: Otoritas Sejarawan Non Kristen
Banyak orang termasuk orang Kristen tidak mengetahui bahwa fakta kematian Yesus di kayu salib bukan hanya dicatat oleh Alkitab tetapi juga diakui oleh banyak otoritas sejarawan sekuler. Tacitus (55-120 M), yang merupakan seorang sejarawan terbesar dari Romawi kuno berkata, “Christus, the founder of the name (Christians), was put to death by Pontius Pilate, procurator in Judea in the reign of Tiberius.” Nama-nama sejarawan lain yang menerima kematian Yesus akibat penyaliban adalah Suetinius, Pliny, Thallus, dan Phlegon. Mereka adalah sejarawan sekuler yang memiliki nama besar dan berotoritas dalam bidangnya. Tulisan mereka menunjukkan bahwa kebenaran proklamasi Alkitab dapat ditemukan dalam bidang ilmu sejarah.
Dari kesimpulan penulisan artikel di atas seakan-akan menolak terhadap sumber yang berasal dari Al-Qur'an. Bahkan di sana jelas sekali menyatakan bahwa Al-Qur'an tidak singkron. Hal ini sudah menyalahi multi tafsir dan sudah tidak layak untuk diterima. Karena Al-Qur'an akan cocok dengan semua zaman. Tersebab satu-satunya kitab yang terjaga keasliannya adalah Al-Qur'an.
Sedangkan kitab yang lain adalah susunan kalimat yang rumpang setelah adanya campur tangan manusia. Bahkan dalam kitab kristen juga jelas menyebutkan jik akan datang Nabi Muhammad sebagai penyempurna dari semua ajaran atau agama sebelumnya.
"Inna anzalnaahud dzikra wainna lahuu laahaafidzuun"
(Al-Qur'an)
Semuga kaum muslimin tidak terperdaya dengan adanya pengalihan tipu daya kaum Nasrani dengan menyebarkan doktrin yang menyimpang dan pastinya tidak sesuai dengan syariat agama Islam.
Wallahu A'lam
Wassalaamualaikum, Wr. Wb.