-->

Iklan

Cerpen Menyambut Tahun Baru, Pengantin Baru

Thursday, 3 December 2020, December 03, 2020 WIB Last Updated 2021-04-06T02:01:33Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini
                     Pixabay.com

Malam yang gelap mengisyaratkan jiwa yang kelam. Di sana masih ada rasa yang tertinggal, antara benci dan bahagia menjadi pengantin baru. Arka hanya bisa menyimpan rasa bersalahnya kepada Syima, sebab dia menikahi gadis itu sebelum lulus SMA.

Akibat dari paksaan orang tua, semua harus dijalankan dengan duka yang tiada tara. Malam pertama biasanya menjadi sebuah perayaan yang membahagiakan bagi Arka dan Syima. Namun keduanya masih enggan untuk saling bertegur sapa karena mereka masih saja tidak menerima perjodohan ini. Sebelum akhirnya Syima membuka percakapan.

"Mas, aku ingin berbicara denganmu."

"Baiklah, kamu mau berbicara apa?"

"Maafkan aku karena masih tak bisa mencintaimu dengan sepenuh hati, sebab aku masih ingin sekali menikmati masa remaja yang telah direnggut oleh orang tuaku."

"Aku mengerti keadaanmu, cukup bagiku untuk tetap menunggu saat yang tepat untuk kita saling membuka hati."

Malam pertama gagal untuk melakukan hubungan suami istri pada umumnya. Arka tidur di lantai dan Syima di ranjang. 

Hari demi hari mereka lalui dengan rasa hambar dan tidak ada yang spesial dari pernikahan ini. Orang tua mereka hanya tahu dari luar saja tentang hubungan yang menyakitkan keduanya. Seakan tidak terjadi apa - apa dengan hubungan rumah tangga baru mereka.

Pagi - pagi sekali Arka sudah pergi keluar rumah tanpa izin mau kemana kepada Syima. Karena istrinya itu masih tertidur pulas diranjang karena hari libur memaksa dia untuk tidak beraktifitas ke luar. Sementara Ibu Sri mertua Arka masih sibuk memasak di dapur.

"Syima, suamimu pergi tadi pagi - pagi sekali. Ini kan hari libur, semestinya dia menemanimu di rumah."

Sambil mengucek mata tanda baru bangun, Syima menjawab ibunya itu.

"Mungkin dia pergi ke rumah temannya, Bu. Biarkan saja, nanti dia akan pulang kok."

"Soalnya ibu hari ini masak untuk dia, supaya kamu tidak perlu susah - susah memasak untuknya."

"Yasudah, Bu. Nanti aku telpon dia untuk segera pulang jika sudah menyelesaikan urusannya."

Pagi itu, suasana di luar hujan deras. Bahkan disertai angin kencang yang berusaha merobohkan pohon - pohon. Syima hanya bisa mengurung diri di kamarnya. Dia sudah tidak tahan dengan pernikahan yang tidak sesuai dengan hatinya. Dia masih duduk di bangku SMA, sedangkan Arka telah lulus sarjana di salah satu Universitas  Jakarta.

Syima adalah gadis yang suka menulis, sehingga setiap curhatan hatinya dia tuangkan ke dalam buku diari yang selama ini menemani. Dengan begitu dia merasa tiada beban setelah menuliskan keluh kesah hatinya yang terdalam.

Sudah malam, tapi Arka belum pulang ke rumah. Syima tidak perduli akan hal itu. Akan tetapai ibunya selalu menanyakan kepulangan Arka kepadanya. Sungguh setiap pertanyaan ibunya ibarat petir tadi pagi yang menyambar kanan kiri telinganya.

"Suamimu sudah pulang,?"

"Belum, Bu. Mungkin dia mau menginap di rumah temannya."

"Kamu ini bagaimana sih, suami gak pulang kok santai - santai saja!"

"Terus Syima harus bagaimana, Bu?"

"Usaha telpon dong, biar ibu tidak khawatir dia ada dimana."

"Biarkan saja dia gak pulang lagi ke sini, Bu. Lagian Syima gak cinta sama dia."

Mendengar ucapan Syima, ibunya terkejut bukan kepalang. Bisa - bisanya anaknya itu dengan santai tidak mengkhawatirkan keadaan suaminya.

"Pokoknya ibu gak mau tahu, cepat telpon dia dan tanyakan sedang ada dimana!"

"Baiklah, Bu."

Dengan langkah acuh Syima mengambil Handphone yang diletakkan di atas meja ruang tamu."

Satu dua kali dia telpon namun HP suaminya tidak aktif. Akhirnya Syima hanya bisa menggerutu dalam hati. Dia sudah muak dengan Arka yang tidak jelas pergi kemana.

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, akan tetapi Arka belum kelihatan batang hidungnya. 

"Cring, cring, cring ..."

Bunyi telpon rumah mengagetkan keduanya. Bu Sri dengan cepat mengangkat telpon itu. 

"Halo, apakah benar ini dengan keluarga Arka Pradita?"

Terdengar seseorang yang masih miaterius menelpon di sana.

"Benar, Pak. Ini dengan mertuanya."

"Begini ibu, sekarang Menantu ibu sedang di rawat di Rumah Sakit, karena kecelakaan siang tadi."

"Kecelakaan!"

Gagang telpon yang dipegang ibu Sri terjatuh dengan sendirinya. Syima hanya bisa melihat dan mendengar kata - kata terakhir ibunya yaitu; 'kecelakaan'.

Akhirnya mereka berdua pergi ke rumah sakit dengan persaan campur aduk. Sedih khawatir dan lain sebagainya.

Terutama Syima yang sangat shock ketika mendengar suaminya kecelakaan. Dalam hati dia menyesal telah membuat suaminya tidak nyaman ketika berada di rumah.

Sesampainya di rumah sakit, dokter telah menunggu di depan kamar Arka dirawat. Wajahnya menandakan ada sesuatu yang tidak baikbaik saja.

"Maaf, Bu. Nyawa Arka tidak tertolong, saya harap ibu menerima musibah ini."

Mendengar hal itu Syima diam terkatup, seakan dia menanggung beban perasaan bersalah pada suaminya.

Sementara ibunya pingsan di tempat itu.

"Sayangilah orang yang mencintaimu, karena suatu hari nanti dia tidak akan lagi ada tempat untukmu"

Tamat.

Semuga kalian suka dengan cerpen ini, silakan tinggalkan komentar agar cerbung ini bisa dilanjutkan.

Kritik dan saran, akan saya terima untuk perbaikan cerpen 'Pengantin Baru' ini ke depan.

Penulis : Penyair Senja
Editor   : Anisa

Wassalaamualaikum Wr.Wb.




Komentar

Tampilkan

Terkini

NamaLabel

+